Kalau
berbicara soal melek, apa sih yang biasanya kamu pikirkan? Menurut
saya, kamu akan membayangkan tentang melek fisik atau ketidakbutaan, iya
kan? Dalam artian melek mengenai kemampuan membaca atau melek huruf.
Tapi, diluar kedua hal tersebut, ada hal penting yang seringkali
terlupakan, tidak hanya oleh anak-anak muda, tetapi juga para orangtua.
Mungkin kita ingat sejak kecil, orangtua selalu
mengajarkan bahwa kita di sekolahkan untuk mendapatkan pekerjaan yang
baik, mendapat gaji tertinggi, menabung sebanyak mungkin, dan hidup
nyaman secara finansial. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan
paradigma tersebut, akan tetapi sayangnya hal tersebut jauh dari
sempurna, hanya melingkupi sebagian kecil dari perencanaan keuangan yang
semestinya.
Lantas, Melek Finansial Itu Apa Sih?
Melek finansial dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang akan
hal-hal sehari yang dapat menimbulkan dampak finansial terhadap dirinya
maupun orang-orang yang ditanggungnya. Sedangkan perencanaan keuangan
merupakan bentuk usaha dari seseorang untuk menetapkan tujuan finansial
dan menata cara-cara untuk meraih tujuan tersebut.
Tujuan
pendidikan finansial sejak dini tentunya untuk meningkatkan pemahaman
dasar dan penting mengenai topik-topik keuangan seperti menabung,
belanja, investasi dan perencanaan keuangan. Dengan begitu ketika
anak-anak tumbuh dewasa, mereka akan lebih familiar dengan topik-topik
ini dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
pemahaman keuangan yang baik, mereka akan mampu membuat keputusan
keuangan dengan baik.
Pentingnya Kurikulum Pendidikan Financial
Studi menunjukkan kurikulum melek finansial yang berkualitas dapat
membuat siswa lebih termotivasi untuk mempersiapkan sejak dini,
kehidupan masa depan yang terencana. Pengaplikasian ilmu melek finansial
yang teradaptasi dengan kurikulum tempat siswa belajar memberikan
kesempatan bagi siswa mengenal pembelajaran pengelolaan keuangan di
kehidupan nyata.
Membantu anak-anak muda untuk memahami
masalah-masalah keuangan adalah sesuatu hal penting, karena generasi
muda akan menghadapi produk dan jasa keuangan yang cenderung semakin
kompleks. Mereka juga cenderung harus menanggung lebih banyak risiko
keuangan di masa dewasa daripada orangtua mereka, terutama dalam
tabungan, perencanaan pensiun dan menutupi kebutuhan perawatan kesehatan
mereka.
(c) jaesarahman.wordpress.com
Dalam
hal ini, salah satu jasa keuangan terkemuka di Indonesia PT. Sun Life
Financial (Sun Life) menjelaskan pentingnya melek finansial sejak dini.
Karena perilaku finansial seseorang sangat di pengaruhi oleh pendidikan
finansial yang di dapat ketika kecil. Kecerdasan finansial harus diasah
sejak dini di lingkungan keluarga, dengan begitu anak akan 'melek
finansial'. Ia akan mampu membaca, memahami,
dan mengendalikan keuangannya. Karena itu, beberapa aspek dasar harus
di pahami. Salah satunya adalah konsep uang sebagai alat tukar.
Konsep yang dimaksud diatas dalam arti orangtua harus memberi
pengertian bahwa jika anak menginginkan sesuatu, ia harus memiliki uang
untuk dapat memiliki apa yang anak kita inginkan. Bila uang yang di
miliki tidak cukup, maka orangtua juga harus mengajarkan, bagaimana cara
anak untuk menahan keinginannya tersebut.
Sebagai orangtua jangan
membiasakan anak mengambil sesuatu kemudian orangtua tinggal membayar.
Apalagi jika anak kita sudah masuk sekolah, orangtua harus
memperkenalkan uang tidak hanya untuk di belanjakan, tetapi disisihkan
untuk di tabung atau disumbangkan kepada yang membutuhkan.
Pada
masa sekolah inilah pentingnya mengajari anak untuk melek finansial.
Anda sebagai orangtua dapat mengatur uang saku, misalnya mulai SD
harian, mulai SMP mingguan, dan SMA bulanan. Namun, hal terpenting yang
harus ditanamkan pada anak adalah uang bukan semata-mata untuk jajan.
Karena itu, orang tua tidak perlu memberi bagian terpisah antara uang
jajan dan tabungan. Kenalkan pula anak dengan tabungan. Tujuannya bisa
untuk berjaga-jaga atau akan digunakan untuk membiayai sesuatu.
Menabung erat kaitannya dengan kedisiplinan. Sebelum usia sekolah,
celengan bisa jadi sarana latihan. Nah, setelah memasuki usia sekolah,
biasakanlah anak untuk memiliki target tabungan dalam jangka waktu
tertentu. Upayakan agar menabung menjadi kegiatan rutinnya. Prinsip
utamanya adalah agar anak mengerti bahwa jumlah uang yang bisa disimpan
jauh lebih penting dibandingkan dengan jumlah uang yang didapat.
Lalu, ketika memasuki masa remaja, Anda bisa lebih terbuka tentang
keuangan keluarga pada anak. Dengan begitu, ia sadar bahwa di dunia
nyata tidak ada satupun pekerjaan yang bisa menjamin kepastian finansial
seumur hidup. Tanamkan bahwa kecerdasan dan keterampilan finansial
adalah modal yang sangat penting untuk survive dalam ketidakpastian.
Kunci Anak Pandai Mengatur Uang
Kunci utama dalam membuat anak termotivasi untuk mengatur keuangan
adalah membuat uang menjadi hal penting dalam hidup. Tidak perlu banyak
bernostalgia tentang cara orangtua mengatur keuangan saat masih remaja.
Langsung saja pada intinya, uang.
(c) femina.co.id
Berikan contoh nyata dalam hidup dan jadilah contoh bagi mereka dalam menyikapi masalah keuangan.
1. Ajarkan anak perbedaan
antara kebutuhan dan keinginan. Jelaskan pada mereka bahwa beberapa
benda harganya mahal sekali dan untuk membelinya kita harus menabung
terlebih dahulu. Hal ini akan membuat mereka bisa menahan diri dari
keinginan berbelanja.
2. Biarkan mereka membuat keputusan soal
uang sedini mungkin. Ajarkan pada mereka cara mengatur uang saku, namun
jangan paksa mereka. Berikan pemahaman bahwa dengan menabung mereka
bisa mendapatkan barang berharga di kemudian hari
3. Berikan
motivasi untuk menabung. Beritahukan pada anak bahwa dengan menabung di
bank, mereka akan bisa mendapatkan keuntungan lebih dari sekedar
menabung. Apalagi, jika jenis tabungan yang dipilih khusus untuk
anak-anak, yang pastinya memberikan banyak hadiah atau tawaran menarik
lainnya. Biarkan si sulung ‘bersaing’ dalam hal ini dengan adik-adiknya,
sehingga mereka akan lebih termotivasi mencari cara untuk menambah
penghasilannya untuk ditabung selain uang saku, misalnya membantu ibu
atau ayah.
4. Pastikan anak-anak mengetahui hubungan antara
bekerja, gaji dan pajak. Biarkan anak-anak mengetahui berapa jam yang
orangtuanya habiskan untuk bekerja sama dengan jumlah uang yang bisa
dibelanjakan. Jangan lupa, berikan pemahaman pada mereka bahwa negara
berhak mengambil bagian dari gaji sebagai pajak.
5. Jangan
pernah lelah mengajarkan anak mengenai sistem kredit. Berikan pemahaman
pada anak mengenai kartu kredit dan bagaimana cara menggunakannya. Satu
hal yang tidak diajarkan adalah pentingnya membayar tagihan setiap
bulannya. Sebelum anak memiliki kartu kredit, lihat dulu bagaimana
pengaturan uangnya dengan kartu debet.
6. Jika usianya cukup,
motivasi mereka untuk mendapatkan pengalaman bekerja. Biarkan anak
merasakan rasanya bekerja, menerima gaji, dan mendapatkan potongan pajak
sehingga mereka bisa menghargai uang.
7. Ajarkan anak
mengenai investasi. Dalam hal ini, pengalaman nyata adalah guru terbaik.
Orangtua dapat menjadi contoh yang paling nyata bagi mereka. Dari
pengalaman ini, anak bisa belajar mengenai proses, keuntungan, kerugian,
faktor resiko, dan lain sebagainya.
Dari
semua uraian di atas itu adalah membahas perihal kecerdasan finansial
secara global, belum secara teknis dan detil. Hal yang pasti adalah
bahwa kita tidak berhenti pada aspek mendapatkan uang semata, namun
harus membekali anak didik kita dengan beberapa aspek yang lain. Kalau
ada orang kaya ataupun keturunan orang kaya yang memiliki warisan,
kemudian suatu hari ia jatuh miskin, maka tidak lain karena ia tidak memiliki bekal yang cukup tentang kecerdasan finansial atau melek financial.
Sebaliknya semakin tinggi pemahaman seseorang mengenai perencanaan
keuangan, ia pun semakin ketagihan untuk menemukan dan membeli produk
keuangan yang bisa memproteksi dirinya dan juga untuk berinvestasi atau
untuk mengembangkan sayap bisnisnya.
Bagi Anda yang sudah
mempunyai keahlian dan pengalaman tentang program pendidikan keuangan,
tentu ini merupakan peluang usaha untuk membangun lembaga pendidikan
keuangan tingkat anak sekolahan yang berumur sekitar 15 – 18 tahun.
Dengan adanya beberapa kriteria diatas, harusnya Anda tidak ada
kesulitan untuk memulainya.
Referensi :